Hukum & Kriminal

Korupsi Marak di Sektor Pengadaan Barang/Jasa, ICW: Sistem e-Katalog Tidak Cukup Untuk Mencegah Tindak Pidana Korupsi

Avatar
22
×

Korupsi Marak di Sektor Pengadaan Barang/Jasa, ICW: Sistem e-Katalog Tidak Cukup Untuk Mencegah Tindak Pidana Korupsi

Sebarkan artikel ini

Teks: e-Katalog LKPP

Jakarta, BahanaKalteng – Koordinator Divisi Hukum dan Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah, menyatakan kasus korupsi pembangunan dan pemeliharaan jalan di Sumatera Utara membuktikan bahwa sistem katalog elektronik atau e-katalog tidak serta-merta menutup celah korupsi dalam proyek pemerintah

 “Banyaknya kasus korupsi yang ditangani penegak hukum membuktikan bahwa sistem elektronik tidak cukup untuk mencegah korupsi,” kata Wana dalam keterangan tertulis, seperti dilansir Kompas.com (5/7/2025)

Menurut Wana, alih-alih menjadi alat pencegah korupsi, sistem digital justru kerap dijadikan kedok “legal” untuk meloloskan penyedia yang telah bersekongkol dengan pelaku pengadaan.

Oleh karena itu, kata Wana, penggunaan platform digital wajib disertai dengan keterbukaan informasi kontrak pengadaan sesuai dengan Pasal 15 ayat (9) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021, yang mencakup informasi tahap perencanaan, tahap pemilihan, dan tahap pelaksanaan

Namun, dia menyayangkan bahwa hingga saat ini regulasi tersebut tidak dijalankan sehingga menyulitkan publik untuk melakukan pengawasan.

Berdasarkan hasil pemantauan ICW, sepanjang 2019 hingga 2023 tercatat 1.189 kasus korupsi di sektor pengadaan publik, melibatkan 2.896 tersangka.

Estimasi kerugian keuangan negara mencapai Rp 47,18 triliun.

Wana menjelaskan bahwa sejak 2023, ICW telah mengidentifikasi delapan potensi kecurangan dalam metode e-purchasing atau e-Katalog pada proses pengadaan publik.

Salah satu modusnya adalah adanya persekongkolan antara penyedia dengan pejabat pengadaan untuk pengaturan proyek.

“Kasus korupsi di Dinas PUPR Sumatera Utara membuktikan bahwa modus tersebut patut dilakukan oleh para pihak,” ucap Wana.

Sebelumnya diberitakan, lima tersangka yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ialah TG selaku Kadis PUPR Sumatera Utara , RES selaku Kepala UPTD Gunung Tua; HEL selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); KIR selaku Direktur Utama PT DNG; tersangka RAY selaku Direktur PT RN.

Modus korupsi berdasarkan keterangan KPK bermula saat KIR dan Kepala UPTD Gunung Tua merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), RES, meninjau lokasi proyek secara langsung di Sipiongot pada April 2025.

Dalam pertemuan itu, TG memerintahkan agar proyek senilai Rp 157,8 miliar diberikan langsung kepada KIR tanpa lelang resmi. Selanjutnya, KIR dan timnya melakukan pengaturan agar PT DNG menang dalam sistem e-katalog.

Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan uang tunai senilai Rp 231 juta, yang diduga merupakan sebagian atau sisa komitmen fee dari proyek pembangunan jalan di beberapa lokasi di Sumut.

“Kami mengamankan sejumlah uang tunai senilai Rp 231 juta, yang diduga merupakan sebagian atau sisa komitmen fee dari proyek tersebut,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers pada Sabtu (28/6/2025), dkutip dari Kompas.com (5/7/2025)

Asep menjelaskan bahwa ada dua klaster dalam OTT yang dilakukan.

Klaster pertama terkait dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalan oleh Dinas PUPR Sumut, sementara klaster kedua menyangkut proyek-proyek yang dikelola oleh KIR dan RAY di Satuan Kerja (Satker) PJN Wilayah 1 Sumut.  (Red2)