Teks: Nikel.
Jakarta, BahanaKalteng – Sebanyak 28 smelter nikel di Indonesia berhenti beroperasi dalam beberapa bulan belakangan ini. Hal itu disampaikan langsung oleh Plt CEO PT Vale Indonesia Tbk (INCO), Bernardus Irmanto ketika menghadiri IDN Times Leadership Forum di IDN HQ, Jakarta, seperti dilansir IDN Times (11/7/2025)
Pria yang karib disapa Anto tersebut mengutip informasi dari Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) terkait tutupnya puluhan smelter di Indonesia.
“Jadi tiga bulan lalu data dari Asosiasi Penambang Nikel Indonesia atau APNI, sampai sekarang itu ada 28 smelter tutup karena satu, memang harganya jatuh. Salah satu penyebabnya adalah membanjirnya produk nikel dari Indonesia yang menyebabkan pasar over supply,” kata Anto kepada IDN Times.
Anto menjelaskan, suplai berlebih dan permintaan yang melambat saat ini membuat harga nikel mengalami tren penurunan. Oleh sebab itu, Anto menyatakan, Indonesia dengan status sebagai negara yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia mesti memiliki strategi untuk mengoptimalkan sumber daya alam (SDA) tersebut.
“Sekarang ini faktanya adalah suplai nikel itu berlebih dan sebagian besar suplai nikel itu berasal dari Indonesia. Membanjiri pasar lah intinya. Sementara demand-nya lebih lambat dibanding yang kita prediksikan,” kata Anto.
Anto menambahkan, kondisi suplai yang berlebih dan minimnya permintaan nikel terjadi sudah lama atau sejak 2024 silam.
“Bahkan dari dua tahun lalu juga sudah terjadi,” kata Anto.
“Tapi kemudian mungkin melebar gap-nya, oversupply-nya melebar, mungkin belakangan ini dan mungkin situasi ini masih akan terjadi beberapa tahun lagi,” sambungnya
Selain faktor kelebihan suplai, tutupnya 28 smelter nikel juga dipengaruhi beberapa faktor, termasuk harga bahan baku, di antaranya bijih nikel yang mengalami kenaikan serta tingginya biaya produksi. (Red2)